Dekret Presiden RI 1959


Badan konstituante yang dibentuk melalui PEMILU 1955, dipersiapkan untuk merumuskan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Sejak tahun 1956 Konstituante telah mulai bersidang untuk merumuskan UUD yang baru. Tetapi, sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah dapat merumuskan UUD yang baru.

Keadaan seperti ini semakin menggoncangkan situasi politik Indonesia pada saat itu. Bahkan masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.

Sementara itu, sejak akhir tahun 1956 keadaan kondisi dan situasi politik Indonesia semakin memburuk dan kacau. Keadaan semakin memburuk karena daerah-daerah semakin memperlihatkan gejolak dan gejala separatisme seperti pembentukan Dewan Banteng, dewan Gajah, Dewan Garuda, Dewan Manguni dan Dewan Lambung Mangkurat. Daerah-daerah tersebut tidak lagi mengakui pemerintahan pusat dan bahkan mereka membentuk pemerintahan sendiri, seperti PRRI dan PERMESTA.

Keadaan yang semakin bertambah kacau ini dapat mengancam keutuhan Negara dan bangsa Indonesia dari dalam negeri. Suasana semakin bertambah panas, ketegangan-ketegangan diikuti oleh keganjilan sikap dari setiap partai politik dalam konstituante. Rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang. Konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi.

Pada tanggal 22 April 1959, didepan sidang konstituante, Presiden Soekarno menganjurkan kembali kepada UUD 1945 sebagai UUD Negara RI. Menanggapi pernyataan Presiden Soekarno tanggal 30 Mei 1959 konstituante mengadakan siding pemungutan suara. Hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa mayoritas anggota konstituante menginginkan kembali berlakunya UUD 1945 sebagai UUD Negara RI. Namun, jumlah suara tidak mencapai 2/3 dari anggota konstituante seperti yang diisyaratkan pasal 137 UUDS 1950. Pemungutan suara diulang kembali tanggal 1 dan 2 Juni 1959, tetapi juga mengalami kegagalan dan tidak mencapai 2/3 dari jumlah suara yang dibutuhkan. Dengan demikian, sejak tanggal 3 juni 1959 Konstituante mengadakan reses (istirahat).

Untuk menghindari bahaya yang disebabkan oleh kegiatan partai-partai politik, maka pengumuman istirahat konstituante diikuti dengan larangan melakukan segala bentuk kegiatan terhadap partai politik.

Dalam situasi dan kondisi seperti ini, beberapa tokoh partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan konstituante serta memberlakukan UUD 1945. pemberlakuan kembali UUD 1945 merupakan langkah terbaik untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Dekrit presiden yang isinya :

  • Pembubaran Konstituante
  • Berlakunya kembali UUD 1945
  • Tidak berlakunya UUDS 1950

Dekrit presiden mendapat dukukngan penuh dari masyarakat, sedangkan KASAD mengeluarkan Perintah Harian kepada seluruh anggota TNI untuk mengamankan Dekrit Presiden. Mahkamah Agung juga membenarkan dekrit tersebut dan DPR hasil PEMILU menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja berdasarkan UUD 1945.
Dekrit Presiden 5 juli 1959 terdiri atas dua bagian. Bagian pertama berupa pertimbangan, sedangkan bagian kedua berupa keputusan.

Pertibangan.

  •   Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante.
  •   Konstituante tidak mungkin lagimenyelesaikan tugasnya karena sebagian besar anggotanya telah      menolak       menghadiri sidang.
  •  Kemelut dalam konstituante membahayakan persatua, mengancam keselamatan negara dan merintangi pembangunan nasional.

Keputusan.

  •    Konstituante di bubarkan.
  •    UUD 1959 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia.
  •     Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktu sib=ngkat.
Dekrit Presiden tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak. Kepala staf angkatan darat mengeluarkan perintah harian bagi seluruh anggota TNI untuk melaksanakan dan mengumumkan dekrit tersebut. Mahkamah Agung kemudian membenarkan Dekrit Presiden tersebut. DPR hasil Pemilu I, dalam sidangnya tanggal 22 juli 1959, secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk bekerja terus berdasarkan UUD 1945.

Sisi Positif Dekrit Presiden

  •     Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
  •     Memberikan pedoman yang jelas (UUD 1945) bagi kelangsungan negara.
  •   Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara (MPRS) dan lembaga tinggi negara (DPAS) yang selama masa Demokrasi Liberal tertunda-tunda pembentukannya. 
a.     

     Sisi Negatif Dekrit Presiden

  •        Memberi kekuasaan yang besar kepada Presiden, baik terhadap MPR maupun lembaga tinggi negara. Hal itu tampak semasa Demokrasi Terpimpin dan berlanjut semasa Orde Baru.
  •       Memberi peluang bagi kalangan militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit Presiden. Hal itu semakin dominan semasa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makanan Sehat

Rilis Aplikasi Pemetaan PMP 2018.04

Termokia Soal Pembahasan