Purbalingga dan Banjarnegara Jawara di Festival Film Purbalingga ( FFP ) 2019

SMA Negeri Bukateja Purbalingga menggondol dua penghargaan sekaligus di ajang Festival Film Purbalingga (FFP) 2019. Kedua penghargaan itu kategori Film Dokumenter Pelajar Terbaik dan Film Dokumenter Favorit Penonton lewat film berjudul “Tambang Pasir”.   Kategori Film Fiksi Terbaik diraih SMK Darunnajah Banjarmangu Banjarnegara dengan film “Bambang”. Sementara film “Buru” menyabet kategori Film Fiksi Favorit Penonton dari SMK HKTI 2 Purwareja Klampok Banjarnegara. Pengumuman pemenang saat Malam Penganugerahan FFP 2019, Sabtu, 3 Agustus 2019.    “Kami tidak menyangka dapat membawa pulang dua penghargaan. Kemenangan ini adalah kemenangan bagi warga Purbalingga yang dirugikan akibat Galian C meski realitanya mereka selalu kalah ketika berhadapan dengan korporasi dan kekuasaan,” tutur sutradara Sekar Ayu Kinanti.   Film berdurasi 15 menit ini tentang penambangan Galian C di beberapa wilayah Purbalingga yang menimbulkan persoalan di tengah warga. Terlebih penambangan ilegal dan menggunakan alat berat yang tak hanya merugikan penghidupan warga namun juga merusak lingkungan.   Jason Iskandar, salah satu juri dokumenter mengatakan, film pemenang merupakan karya yang paling lengkap dan mampu membingkai persoalan sumber daya alam dengan cara yang membumi dan dekat dengan kehidupan masyarakat Purbalingga. “Riset film ini juga terasa solid, tercermin dari kemampuan pembuat film memposisikan subyek dan konflik yang dihadapinya dengan jelas,” jelas pemilik Studio Antelope Jakarta.   Sementara sutradara film “Bambang”, Yogi Ariyanto, merasa senang dan bangga dengan penghargaan ini. “Baru kali ini, sekolah kami mampu membawa piala dari Festival Film Purbalingga,” ujarnya.   “Bambang” tentang anak dari kalangan keluarga tidak mampu yang baru saja lulus SMP. Karena keterbatasan ekonomi, ia bertekat merantau dengan harapan agar bisa melanjutkan sekolah dan menebus ijazah SMP miliknya.   Menurut juri fiksi Arief Ash Shiddiq, film “Bambang” memiliki tuturan cerita yang lebih baik daripada yang lain. “Karya ini bicara dengan gamblang dan dengan konsisten menggedor pintu emosi yang sama,” jelas pengajar di Wahana Kreator Nusantara.   Ketiga film pemenang tersebut mampu mengungguli belasan film lainnya. Tahun ini, secara kuantitas, karya pelajar Banyumas Raya turun. Keseluruhan hanya 13 film yang masuk meja penyelenggara, 8 film fiksi pendek dan 5 film dokumenter.   Penghargaan Lintang Kemukus FFP 2019 ini, kategori maestro seni dan budaya Banyumas Raya dianugerahkan kepada Peang Penjol, grup lawak legendaris asal Banyumas era 80-an dan karikaturis kelas nasional dari Purbalingga Imam Yunianto.   Bupati Purbalingga dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Yanuar Abidin, SH, mengatakan, sebuah festival film harus mampu menjadi forum dialog antara penonton, para pembuat film, dan pembuat kebijakan. “Membaca peluang dan tantangana terkait perkembangan film tingkat regional maupun nasional dan global yang pada akhirnya menetapkan kebijakan strategis dalam mecapai tujuan,” terangnya.   Festival film sebagai program tahunan Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga ini sudah memasuki tahun ke-13. Dengan kerja bersama komunitas Sangkanparan Cilacap dan Sinema Kedung Kebumen sebagai bagian dari Jaringan Kerja Film Banyumas Raya (JKFB).     #FestifalFilmPurbalingga2019
Malam penganugerahan Festival Film Purbalingga
Dokumentasi  CLC Purbalingga


Gurune.net- SMA Negeri Bukateja Purbalingga menggondol dua penghargaan sekaligus di ajang Festival Film Purbalingga (FFP) 2019. Kedua penghargaan itu kategori Film Dokumenter Pelajar Terbaik dan Film Dokumenter Favorit Penonton lewat film berjudul “Tambang Pasir”.

Kategori Film Fiksi Terbaik diraih SMK Darunnajah Banjarmangu Banjarnegara dengan film “Bambang”. Sementara film “Buru” menyabet kategori Film Fiksi Favorit Penonton dari SMK HKTI 2 Purwareja Klampok Banjarnegara. Pengumuman pemenang saat Malam Penganugerahan FFP 2019, Sabtu, 3 Agustus 2019. 

“Kami tidak menyangka dapat membawa pulang dua penghargaan. Kemenangan ini adalah kemenangan bagi warga Purbalingga yang dirugikan akibat Galian C meski realitanya mereka selalu kalah ketika berhadapan dengan korporasi dan kekuasaan,” tutur sutradara Sekar Ayu Kinanti.

Film berdurasi 15 menit ini tentang penambangan Galian C di beberapa wilayah Purbalingga yang menimbulkan persoalan di tengah warga. Terlebih penambangan ilegal dan menggunakan alat berat yang tak hanya merugikan penghidupan warga namun juga merusak lingkungan.

Jason Iskandar, salah satu juri dokumenter mengatakan, film pemenang merupakan karya yang paling lengkap dan mampu membingkai persoalan sumber daya alam dengan cara yang membumi dan dekat dengan kehidupan masyarakat Purbalingga. “Riset film ini juga terasa solid, tercermin dari kemampuan pembuat film memposisikan subyek dan konflik yang dihadapinya dengan jelas,” jelas pemilik Studio Antelope Jakarta.

Sementara sutradara film “Bambang”, Yogi Ariyanto, merasa senang dan bangga dengan penghargaan ini. “Baru kali ini, sekolah kami mampu membawa piala dari Festival Film Purbalingga,” ujarnya.

“Bambang” tentang anak dari kalangan keluarga tidak mampu yang baru saja lulus SMP. Karena keterbatasan ekonomi, ia bertekat merantau dengan harapan agar bisa melanjutkan sekolah dan menebus ijazah SMP miliknya.

Menurut juri fiksi Arief Ash Shiddiq, film “Bambang” memiliki tuturan cerita yang lebih baik daripada yang lain. “Karya ini bicara dengan gamblang dan dengan konsisten menggedor pintu emosi yang sama,” jelas pengajar di Wahana Kreator Nusantara.

Ketiga film pemenang tersebut mampu mengungguli belasan film lainnya. Tahun ini, secara kuantitas, karya pelajar Banyumas Raya turun. Keseluruhan hanya 13 film yang masuk meja penyelenggara, 8 film fiksi pendek dan 5 film dokumenter.

Penghargaan Lintang Kemukus FFP 2019 ini, kategori maestro seni dan budaya Banyumas Raya dianugerahkan kepada Peang Penjol, grup lawak legendaris asal Banyumas era 80-an dan karikaturis kelas nasional dari Purbalingga Imam Yunianto.

Bupati Purbalingga dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Yanuar Abidin, SH, mengatakan, sebuah festival film harus mampu menjadi forum dialog antara penonton, para pembuat film, dan pembuat kebijakan. “Membaca peluang dan tantangana terkait perkembangan film tingkat regional maupun nasional dan global yang pada akhirnya menetapkan kebijakan strategis dalam mecapai tujuan,” terangnya.

Festival film sebagai program tahunan Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga ini sudah memasuki tahun ke-13. Dengan kerja bersama komunitas Sangkanparan Cilacap dan Sinema Kedung Kebumen sebagai bagian dari Jaringan Kerja Film Banyumas Raya (JKFB). 

#FestifalFilmPurbalingga2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Tahunan Terbaru PJOK Untuk Jenajang SD

Sistem Reporduksi

Perpanjangan Waktu Pendaftaran Pretest & Persyaratan Pendaftaran Calon Peserta PPG Dalam Jabatan

Pengertian, Ciri - ciri dan Contoh Pantun

Kesetimbangan Kelarutan Part 1